Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI GORONTALO
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
8/Pid.Pra/2016/PN GTO RACHMAN PRAYUDI MONOARFA Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi Gorontalo Minutasi
Tanggal Pendaftaran Jumat, 29 Jul. 2016
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penahanan
Nomor Perkara 8/Pid.Pra/2016/PN GTO
Tanggal Surat Jumat, 29 Jul. 2016
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1RACHMAN PRAYUDI MONOARFA
Termohon
NoNama
1Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi Gorontalo
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Adapun yang menjadi alasan – alasan pokok Praperadilan ini adalah sebagai berikut :

  • Bahwa berkaitan dengan tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana Narkotika. Dimana kejadiannya bermula pada hari jum’at tanggal 3 Juni 2016 sekitar Pukul 17 : 00 Wita, seorang laki – laki bernama Budi Cahyadi Mahieu alias Butet menjemput kirimannya dikantor Jasa Pengirimannya Barang TIKI yang beralamat di Jalan Cokroaminoto No.261 – b, Kelurahan Heledulaa Kecamatan Kota Timur Kota Gorontalo. Kemudian Termohon (BADAN NARKOTIKA NASIONAL / BNN PROVINSI GORONTALO) yang telah mendapat informasi tentang pengiriman barang tersebut langsung memantaunya dilokasi, disaat  Budi Cahyadi Mahieu alias Butet keluar dari kantor TIKI maka Pihak Termohon langsung melakukan operasi tangkap tangan terhadap Budi Cahyadi Mahieu alias Butet dan selanjutnya dilakukan penggeledahan terhadap paket pengiriman tersebut dan ditemukan ada 2 (dua) paket pengiriman baju yang didalamnya terdapat 4 (empat) paket yang diduga Narkotika jenis sabu-sabu. Kemudian setelah dilakukan interogasi terhadap Budi Cahyadi alias Butet diperolah keterangan bahwa paket pengiriman tersebut diperintahkan pengambilannya oleh Pemohon (Aiptu Rahman Prayudi Monoarfa) yang juga sebagai salah staf di kantor Termohon;
  • Bahwa atas keterangan dari Budi Cahyadi Mahieu alias Butet tersebut maka pada tanggal 27 Juni 2016 pihak Termohon melakukan Penangkapan terhadap Pemohon (Aiptu Rahman Prayudi Monoarfa) di rumahnya yang terletak di Jl. Bandes, Kelurahan Padebuolo, Kecamatan Kota Timur, Kota Gorontalo. Bahwa dalam penangkapan terhadap Pemohon tersebut pihak Termohon memperlihatkan Surat Tugas dan Surat Perintah Penangkapan tertanggal 27 Juni 2016 kepada Pemohon. Namun dalam melakukan tindakan penangkapan terhadap Pemohon tersebut Termohon tidak menyerahkan tembusan kepada Pemohon atau Keluarga Pemohon, karena tindakan Termohon ini adalah bukan suatu peristiwa Tertangkap tangan. Olehnya itu Pemohon atau keluarganya harus diberikan tembusan surat penangkapan tersebut, hal ini karena bersifat Imperatif atau mutlak sebagaimana diatur dalam Pasal  18 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP. Dengan demikian tindakan Termohon dalam melakukan Penangkapan terhadap Pemohon dalam perkara ini adalah merupakan tindakan melawan hukum atau bertentangan dengan hukum;
  • Bahwa pada tanggal 27 Juni 2016 bersamaan dengan adanya tindakan penangkapan terhadap Pemohon, juga dilakukan Penggeledahan terhadap rumah kediaman Pemohon oleh Termohon tanpa memperlihatkan dan atau disertai dengan Surat Ijin Penggeladahan dari Ketua Pengadilan Negeri Gorontalo. Pemohon saat itu sempat menanyakan kepada Termohon apakah tindakan penggeledahan yang dilakukan ini ada Surat Ijin dari Ketua Pengadilan Negeri Gorontalo ? Pihak Termohon menjawab belum ada karena ini tindakan yang sifatnya MENDESAK. Padahal jika dilihat dari waktu kejadian tindak pidananya dalam perkara ini adalah sudah terjadi sejak tanggal 03 Juni 2016, sementara penggeledahan rumah Pemohon terjadi pada tanggal 27 Juni 2016. Kemudian tindakan Penggeledahan yang dilakukan oleh Termohon tersebut  tanpa  adanya persetujuan dari Pemohon atau pemilik rumah tersebut. Dengan demikian secara yuridis alasan tindakan Termohon melakukan Penggeledahan dengan alasan

karena situasi yang MENDESAK tersebut adalah tidak relevan, dan tindakan Termohon dalam melakukan penggeledahan tanpa adanya persetujuan pemilik rumah atau Pemohon adalah tindakan yang bertentangan bertentangan dengan  hokum sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (1), ayat (3),  ayat (4) dan ayat (5) KUHAP;

  • Bahwa dalam pelaksanaan Penggeledahan pada tanggal 27 Juni 2016 oleh Termohon di rumah Pemohon tersebut, juga dilakukan penyitaan terhadap barang milik Pemohon antara lain seperti :
  1. Satu buah HP merek Samsung warna putih;
  2. Satu dos arsip berkas hasil sidik perkara lain yang tidak punya relevansi dengan perkara ini, yang diambil dari mobil Pemohon;
  3. Satu buah pisau badik yang ada di mobil Pemohon;
  4. Satu pucuk Pistol Air Softgun yang diambil dari dalam mobil Pemohon;
  5. Satu buah Plashdisk yang diambil dari dalam Tas Tangan milik Pemohon;

Kemudian setelah melakukan Penggeladahan dan Penyitaan di rumah Pemohon, maka Termohon membawa Pemohon ke kantor Termohon untuk dilakukan pemeriksaan dan disitu pihak Termohon menyodorkan “Berita Acara Penyitaan” tertanggal 27 Juni 2016 untuk ditandatangani oleh Pemohon, namun Pemohon menolak untuk menandatangani berita acara penyitaan tersebut. Bahwa sikap Pemohon untuk menolak menandatangani Berita Acara Penyitaan tersebut karena tindakan penyitaan yang oleh Termohon tersebut adalah bertentangan denga ketentuan hokum yang berlaku dan disamping itu juga ada terdapat barang-barang yang disita tersebut tidak mempunyai relevansi atau tidak ada hubungannya dengan perkara dugaan atau sangkaan yang ditujukan kepada Pemohon tersebut;

  • Bahwa setelah adanya penangkapan pada tanggal 27 Juni 2016 tersebut selanjutnya pada tanggal 29 Juni 2016 Termohon meningkatkan statusya dengan melakukan tindakan Penahan terhadap diri Pemohon dan dititipkan ditahanan POLRES Kota Gorontalo terhitung sejak tanggal 29 Juni 2016 sampai dengan tanggal 18 Juli 2016. Kemudian atas tindakan penahanan yang dilakukan oleh Termohon terhadap diri Pemohon tersebut, sampai saat ini tidak pernah diserahkan Surat Tembusan Penahanan kepada Pemohon dan pihak keluarga Pemohon. Dengan demikian Tindakan Termohon yang melakukan

penahanan terhadap diri Pemohon tanpa memberikan surat tembusan penahanan kepada Pemohon dan Keluarganya tersebut adalah merupakan tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (3) KUHAP. Selanjutnya pihak Termohon telah mengajukan perpanjangan penahanan selama 40 (empat puluh) hari terhitung sejak tanggal 29 Juni 2016 sampai dengan tanggal 27 Agustus 2016 terhadap Pemohon melalui Kejaksaan Tinggi Gorontalo sebagaimana Surat Perpanjangan Penahanan Nomor : Print – 891/R.5.4/Euh.1/07/2016 tanggal 14 Juli 2016;

  • Bahwa tindakan Termohon tersebut jelas merupakan tindakan yang sangat bertentangan dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku serta juga merupakan tindakan yang telah memperkosa hak asasi Pemohon. Bahwa tindakan yang dilakukan oleh pihak Termohon disini sangat bertentangan dengan semangat penegakan hukum serta tuntutan untuk adanya mekanisme kerja yang profesional dan proposinal dari pihak aparat penegak hukum. Karena dari apa yang terjadi dalam tindakan kasus ini maupun kasus-kasus Narkotik  lainnya terkesan ada yang dilakukan dengan tindakan yang bersifat like and dislike (suka dan tidak suka) atau sangat dipaksakan untuk memenuhi kehendak orang-orang tertentu  yang tidak menyukai Pemohon. Hal ini kami kemukakan karena tindakan pihak Termohon  tersebut dilakukan dengan cara yang tidak disertai syarat-syarat sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);
  • Bahwa KUHAP secara tegas mengatur bagaimana cara penegak hukum dalam menjalankan hokum materilnya dengan tetap menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia yang pada dasarnya setiap manusia memiliki kedudukan sama dihadapan hokum, sehingga tindakan-tindakan seperti halnya penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, penyidikan, penghentian penyidikan, dan penuntutan dan sebagainya tidak bisa dilakukan dengan semena-mena namun kesemuanya ini untuk mewujudkan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia agar jangan sampai “diperkosa” sehingga olehnya itu, dalam ketentuan KUHAP ada yang mengatur praperadilan yang ditujukan untuk mengimbangi kekuasaan yang begitu besar yang dimiliki oleh Negara (penegak hokum) dalam melakukan penegakan hokum materiil dimana seringkali melanggar hak-hak warga sipil dalam proseduralnya dengan kata lain lembaga praperadilan dalam dunia penegakan hokum di Indonesia adalah untuk memantapkan pengawasan terhadap pemeriksaan pendahuluan perkara pidana, khususnya

 

pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan penuntutan, sehingga diharapkan pemeriksaan perkara pidana akan berjalan dengan sebaik-baiknya (tidak menyimpang dari kaidah hokum formil), sesuai dengan ketentua hokum yang berlaku. Bahwa dalam upaya penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, penyidikan, penuntutan, penghentian penyidikan dan penuntutan dan sebagainya tidak bisa dilakukan dengan semena-mena;

  • Bahwa tindakan penetapan seseorang menjadi tersangka menurut hokum itu harus didahului dengan adanya dua alat bukti permulaan yang cukup, yang dimaksud dengan dua alat bukti permulaan yang cukup disini adalah ada saksi dan surat. Kemudian menurut Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 23 April 2015 memperjelas bahwa bukti permulaan yaitu minimal 2 (dua) alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Namun yang terjadi disini Termohon hanya berdasarkan keterangan pemilik barang yang menyebut nama pemohon, tanpa didukung alat bukti lain, dan dalam pengambilan keterangan lanjutan dari pemilik barang ternyata keterangan yang dengan menyebut nama Pemohon tersebut sudah di ralat bahwa keterangan tersebut tidak benar. Jadi apa yang dilakukan oleh Termohon terhadap diri Pemohon disini adalah sangat dipaksakan dan penuh dengan rasa ketidak sukaan, hal ini karena pihak Termohon belum memiliki bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan Pemohon sebagai Tersangka, sehingga hal tersebut adalah bertentangan  dengan Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP jo Pasal 21 ayat (3) KUHAP Jo Pasal 33 ayat (1), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) KUHAP.
  • Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 23 April 2015 yang menyatakan bahwa penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan, merupakan Objek dari Praperadilan, dengan demikian Pengadilan Negeri Gorontalo berwenang untuk memeriksa dan memutus permohonan dari Pemohon.

Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas, maka mohon segera diadakan sidang Praperadilan kepada para Termohon, dan selanjutnya berkenan memberi putusan sebagai berikut :

  1. Menyatakan tindakan penggeledahan yang dilakukan oleh Termohon pada tanggal 27 Juni 2016 di rumah Pemohon adalah tidak sah menurut hukum;

 

  1. Menyatakan tindakan penyitaan yang dilakukan oleh Termohon pada tanggal 27 Juni 2016 terhadap barang-barang milik Pemohon adalah tidak sah menurut hukum;
  2. Menyatakan tindakan penangkapan Termohon terhadap Pemohon pada tanggal 27 Juni 2016 adalah tidak sah menurut hukum;
  3. Menyatakan tindakan Penetapan  tersangka terhadap RAHMAN PRAYUDI MONOARFA /Pemohon  dalam perkara saat ini adalah tidak sah menurut hukum ;
  4. Menyatakan tindakan Para Termohon menahan Rahman Prayudha Monoarfa/Pemohon  tersebut telah merugikan nama baik serta harkat dan martabatnya selaku seorang Anggota POLRI ;
  5. Memerintahkan Termohon / Kepala Badan Narkotika Provinsi Gorontalo untuk  segera menghentikan penyidikan terhadap Pemohon atau menetapkan Pemohon dari tersangka menjadi saksi oleh Badan Narkotika Provinsi  Gorontalo;
  6. Menghukum  Termohon untuk membayar biaya ganti rugi sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu miliyar rupiah).

Menyatakan biaya perkara ditanggung oleh negara.

Pihak Dipublikasikan Ya