Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI GORONTALO
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
11/Pid.Pra/2016/PN GTO Ir. HENDRITIS SULISTIYANI SALEH, M.Si, M.Sc. KEPALA KEJAKSAAN NEGERI GORONTALO Minutasi
Tanggal Pendaftaran Rabu, 23 Nov. 2016
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 11/Pid.Pra/2016/PN GTO
Tanggal Surat Senin, 21 Nov. 2016
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1Ir. HENDRITIS SULISTIYANI SALEH, M.Si, M.Sc.
Termohon
NoNama
1KEPALA KEJAKSAAN NEGERI GORONTALO
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Bahwa adapun dasar dan alasan diajukannya Permohonan Praperadilan ini adalah sebagai berikut:

  1. Bahwa sebagaimana diatur dalam pasal 77 s/d pasal 83 KUHAP  maka Lembaga Praperadilan adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan / upaya yang dilakukan oleh penyidik / penuntut umum sudah sesuai dengan undang-undang serta apakah tindakan tersebut telah dilengkapi administrasi penyidikan secara cermat atau tidak.  Terhadap sah tidaknya penetapan tersangka maka ada Putusan Pengadilan yang telah menerima dan mengabulkan permohonan Praperadilan dengan menyatakan antara lain “tidak sah menurut hukum tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai tersangka”. Putusan-putusan Pengadilan tersebut antara lain : Putusan PN Jakarta Selatan No : 38/Pid.Prap/2012/PN.Jkt-Sel jo Putusan PN. Jakarta Selatan No : 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt-Sel jo Putusan PN. Jakarta Selatan No : 67/Pid.Prap/2015/PN.Jkt-Sel jo Putusan PN. Jakarta Selatan No : 36/Pid.Prap/2015/PN.Jkt-Sel jo Putusan PN Gorontalo No : 03/Pra.Pid/2015/PN.Gto jo Putusan PN Gorontalo No : 04/Pra.Pid/2015/PN.Gto. Bahwa adanya Putusan Mahkamah Konstitusi RI No : 21/PUU-XII/2014, yang pada intiya menegaskan tentang penetapan status seseorang menjadi tersangka oleh penyidik masuk menjadi obyek pemeriksaan Praperadilan, serta menegaskan bahwa penyidik dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka maka penyidik minimal harus mempunyai 2 (dua) alat bukti yang cukup, sebab jika tidak maka konsekuensinya penetapan tersangka tersebut menjadi tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, demikian halnya dalam putusan merujuk pada Pasal 183 KUHAP yakni Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang – kurangnya dua alat bukti yang sah yang memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar – benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Ketentuan inipun seharusnya menjadi bahan acuan  penyidik dalam menetapkan tersangka bagi seseorang ;
  2. Bahwa terkait dengan hal tersebut diatas, maka Penetapan Status Tersangka atas diri Pemohon (untuk yang ketiga kalinya ini) oleh Termohon berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor :  B-1706/R.5.11/Fd.1/10/2016 tanggal 17 Oktober 2016  adalah tidak sah, tidak berdasarkan hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat ;
  3. Bahwa lahirnya Surat Penetapan Tersangka atas diri Pemohon Nomor : B-1706/R.5.11/Fd.1/10/2016 tanggal 17 Oktober 2016 yang didasrkan atas Surat Perintah Penyidikan yang dikeluarkan oleh Termohon  nomor : Print-03/R.5.11/Fd.1/01/2016 tanggal 11 Januari 2016  adalah cacad yuridis, tidak procedural, sewenang-wenang dan melanggar Hak-hak Azasi Manusia, hal ini disebabkan karena :
  4. Bahwa berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Gorontalo Nomor : 2/Pid.PraPeradilan/2016/PN.Gto tanggal 16 Maret 2016  jo Putusan Pengadilan Negeri Gorontalo Nomor : 09/Pid.Pra.Peradilan/2016/PN.Gto tanggal 27 September 2016, telah secara tegas dan sangat jelas menyebutkan bahwa Penetapan Tersangka atas diri Pemohon oleh Termohon “yang penerbitan” Surat Penetapan Tersangkanya “masih didasarkan pada Surat Perintah Penyidikan Nomor : Print-03/R.5.11/Fd.1/01/2016 tanggal 11 Januari 2016 yang dikeluarkan oleh Termohon adalah tidak sah, tidak berdasarkan hukum serta tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat ;
  5. Bahwa jika melihat Penetapan Tersangka atas diri Pemohon (untuk yang ketiga kalinya ini)  oleh Termohon berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor :  B-1706/R.5.11/Fd.1/10/2016 tanggal 17 Oktober 2016 yang penerbitannya masih didasarkan pada Surat Perintah Penyidikan Nomor : Print-03/R.5.11/Fd.1/01/2016  tanggal 11 Januari 2016, maka secara otomatis Surat Penetapan Tersangka atas diri Pemohon Nomor :  B-1706/R.5.11/Fd.1/10/2016 tanggal 17 Oktober 2016 yang dikeluarkan oleh Termohon tersebut adalah cacad yuridis, tidak prosedural, tidak berdasarkan hukum dan tidak meiliki kekuatan hukum yang mengikat ;
  6. Bahwa jika mencermati Putusan Pengadilan Negeri Gorontalo Nomor : 2/Pid.PraPeradilan/2016/PN.Gto tanggal 16 Maret 2016  jo Putusan Pengadilan Negeri Gorontalo Nomor : 09/Pid.Pra.Peradilan/2016/PN.Gto tanggal 27 September 2016, maka sangat jelas disebutkan bahwa Surat Perintah Penyidikan yang diterbitkan Termohon yakni SPRINT Nomor : Print-03/R.5.11/Fd.1/01/2016  tanggal 11 Januari 2016  adalah merupakan satu kesatuan utuh dengan SPRINT Nomor : Print-68/R.5.11/Fd.1/11/2014  

tanggal 26 Nopember 2014 dan SPRINT Nomor : Print-71/R.5.11/Fd.1/11/2015  tanggal 18 Nopember 2015.  Dengan demikian sesuai fakta yang ada maka Termohon sudah mengenakan/menetapkan status Tersangka terlebih dahulu kepada Pemohon, setelah itu Termohon baru kemudian mencari-cari alat bukti yang ada untuk mendukung Surat Penetapan Tersangka dimaksud ;

  1. Bahwa sesuai fakta hukum yang ada, sebagaimana yang telah dipertimbangkan dalam Putusan Pengadilan Negeri Gorontalo Nomor : 2/Pid.PraPeradilan/2016/PN.Gto tanggal 16 Maret 2016  jo Putusan Pengadilan Negeri Gorontalo Nomor : 09/Pid.Pra.Peradilan/2016/PN.Gto tanggal 27 September 2016, maka sangat jelas terlihat kesewenang-wenangan Termohon dan tidak proseduralnya Penetapan Tersangka atas diri Pemohon yang dilakukan Termohon, yakni dengan lahirnya Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan perkara Tipikor Nomor : B.1611/R.5.11/Fd.1/11/2014 tanggal 27 Nopember 2014 dan Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan perkara Tipikor Nomor : B.203/R.5.11/Fd.1/02/2014 tanggal 3 Februari 2016 maka semakin memperjelas fakta hukum bahwa Penetapan Tersangka atas diri Pemohon berdasarkan SPRINT Nomor : Print-03/R.5.11/Fd.1/01/2014  tanggal 26 Nopember 2014 yang merupakan satu kesatuan yang utuh dengan  SPRINT  Nomor : Print-68/R.5.11/Fd.1/11/2014  tanggal 26 Nopember 2014 dan SPRINT Nomor : Print-71/R.5.11/Fd.1/11/2015  tanggal 18 Nopember 2015,  maka Penetapan Tersangka atas diri Pemohon sudah terlebih dahulu ada sementara Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan perkara Tipikor Nomor : B.1611/R.5.11/Fd.1/11/2014 tanggal 27 Nopember 2014, yang berarti bahwa tanggal 26 Nopember 2014 predikat Tersangka atas diri Pemohon sudah ada terlebih dahulu sementara tanggal 27 Nopember 2014 dan tanggal 03 Februari 2016 baru terbit Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan Perkara Tipikor dimaksud ;
    1. Bahwa  sesuai fakta hukum maka Pemohon belum pernah dipanggil atau diberikan Surat Panggilan baik sebagai Saksi maupun sebagai Tersangka oleh Termohon dalam dugaan perkara Tipikor penimbunan/pematangan lahan Terminal Dungingi.

Tindakan sewenang-wenang Termohon semakin menjadi-jadi ketika Termohon telah mengeluarkan Surat DPO (daftar pencarian orang) atas diri Pemohon tanggal 20 Oktober 2016, padahal Pemohon belum dipanggil/diperiksa sebagai Saksi apalagi dipanggil/diperiksa sebagai Tersangka ;

  1. Bahwa sesuai fakta hukum yang ada maka Penetapan Tersangka atas diri Pemohon (untuk yang ketiga kalinya ini) adalah tanggal 17 Januari 2016 sesuai Surat Penetapan Tersangka Nomor : B-1706/R.5.11/Fd.1/10/2016, dimana dasar penerbitannya masih menggunakan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Print-03/R.5.11/Fd.1/01/2014  tanggal 26 Nopember 2014 yang ternyata SPRINT tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dengan  SPRINT  Nomor : Print-68/R.5.11/Fd.1/11/2014  tanggal 26 Nopember 2014 dan SPRINT Nomor : Print-71/R.5.11/Fd.1/11/2015  tanggal 18 Nopember 2015 ;
  2. Bahwa sesuai fakta hukum yang ada maka pengenaan status DPO (daftar pencarian orang)  tertanggal 20 Oktober 2016 atas diri Pemohon adalah cacad yuridis, tidak prosedural, sewenang-wenang dan melanggar Hak-hak Azasi Manusia, karena pada tanggal 17 Oktober 2016 Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Gorontalo telah memutus dugaan perkara Tipikor penimbunan/pematangan lahan Terminal Dungingi sesuai Putusan Nomor : 30/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Gto atas nama Terdakwa Ir. Hendritis S. Saleh (Pemohon), yang menyatakan proses penuntutan atas perkara yang dilimpahkan oleh Penuntut Umum dalam perkara Tipikor Nomor : 30/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Gto , atas nama terdakwa Ir. Hendritis Saleh, tidak dapat diterima ;
  3. Bahwa sesuai fakta maka atas Putusan Sela perkara Tipikor Nomor : 30/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Gto tanggal 17 Oktober 2016 tersebut Terdakwa (Pemohon) / Kuasa Hukumnya belum menyatakan menerima Putusan Sela dimaksud, demikian halnya dengan JPU (Termohon) pada persidangan tersebut belum secara resmi menyatakan menerima Putusan dimaksud. Dengan demikian pengenaan Status DPO (daftar pencarian orang) kepada Pemohon oleh Termohon pada tanggal 20 ktober 2016 tersebut adalah masih dalam tenggang waktu pikir-pikir untuk menerima atau menggunakan saluran upaya hukum yang tersedia.

Oleh karenanya tindakan Termohon sebagaimana tersebut diatasadalah tidak sah, tidak procedural, sewenang-wenang dalam menggunakan jabatan serta melanggar Hak-hak Azasi Manusia karenan telah mengungkung kebebasan Pemohon dalam segala hal ;

  1. Bahwa sesuai fakta yang ada maka Pemohon pada tanggal 20 Oktober 2016 baru menerima Surat Panggilan (yang pertama) dari Termohon guna untuk pelaksanaan atas Putusan Sela perkara Tipikor Nomor : 30/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Gto tanggal 17 Oktober 2016, sementara pada tanggal yang sama (tanggal 20 Oktober 2016) Termohon sekaligus menerbitkan Surat DPO (daftar pencarian orang) atas nama Pemohon ;
  2. Bahwa tindakan lain yang tidak procedural, cacad yuridis, sewenang-wenang serta melanggar Hak-hak Azasi Manusia yang dilakukan Termohon kepada Pemohon adalah menetapkan Penetapan Tersangka atas diri Pemohon pada tanggal 17 Oktober 2016, sementara pada tanggal yang sama (tanggal 17 Oktober 2016) dugaan perkara Tipikor penimbunan/pematangan lahan Terminal Dungingi atas nama terdakwa Ir. Hendritis Saleh (Pemohon) diputus oleh Majelis Hakim Tipikor pada Pengadilan Negeri Gorontalo, dengan amar Putusan tidak dapat menerima proses penuntutan atas perkara yang dilimpahkan Penuntut Umum dalam perkara Tipikor Nomor : 30/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Gto. Dalam pertimbangannya Majelis Hakim Tipikor pada Pengadilan Negeri Gorontalo mendasarkannnya pada Putusan Pengadilan Negeri Gorontalo Nomor : 09/Pid.Pra.Peradilan/2016/PN.Gtlo tanggal 27 September 2016, yang “menetapkan Penetapan Tersangka atas diri Pemohon (Ir. Hendritis Saleh) yang didasarkan pada Surat Penetapan Tersangka Nomor : B-1329/R.5.11/Fd.1/08/2016 tanggal 18 Agustus 2016 tidak Sah dan tidak berdasarkan hukum serta tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.   

Berdasarkan uraian-uraian / dalil-dalil tersebut diatas maka dengan segala kerendahan hati, Kami memohon kepada Yang Terhormat Ketua Pengadilan Negeri Gorontalo c.q Yang Mulia Hakim Pengadilan Negeri Gorontalo yang memeriksa dan mengadili perkara ini, kiranya berkenan memutus perkara ini, sebagai berikut :

  1. Mengabulkan permohonan Praperadilan Pemohon untuk seluruhnya ;
  2. Menyatakan Penetapan Tersangka atas diri Pemohon Nomor : B-11706/R.5.11/Fd.1/10/2016 tanggal 17 Oktober 2016.yang diterbitkan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Gorontalo Nomor : Print-03/R.5.11/Fd.1/01/2016 tanggal 11 Januari 2016, tidak sah, tidak prosedural dan tidak berdasarkan hukum serta tidak memiliki kekuatan hukum mengikat ;
  3. Menyatakan tidak procedural, tidak sah, tidak berdasar hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat status Penetapan Tersangka dan status Penetapan DPO (daftar pencarian orang) atas diri Pemohon oleh Termohon berdasarkan Surat Nomor : B-1737/R.5.1/10/2016 tanggal 20 Oktober 2016 ;
  4. Menyatakan  tidak procedural, tidak sah, berlaku sewenang-wenang, menyalah gunakan jabatan dan melakukan pelanggaran HAM berat atas Penetapan Tersangka dan Penetapan status DPO (daftar pencarian orang)  atas diri Pemohon oleh Termohon;
  5.  Menetapkan Termohon telah mengakibatkan kerugian pada diri Pemohon, baik kerugian materiil dan immaterial yang ditaksir masing-masing :
    1. Kerugian Materiil :
  6. Bahwa Pemohon sejak ditetapkan sebagai Tersangka pada bulan Januari 2016 tidak lagi menerima tunjangan pendapatan penghasilan sebesar Rp.5.500.000- perbulan x 11 bulan = Rp.60.500.000-
  7. Bahwa Pemohon sejak ditetapkan sebagai status DPO (daftar pencarian orang) oleh Termohon sejak tanggal 20 Oktober 2016 hingga sekarang tidak lagi menerima tunjangan pendapatan penghasilan sebesar Rp.5.500.000- perbulan x 1 gai bulan = Rp.5.500.000-
  8. Bahwa Pemohon sejak ditetapkan sebagai Tersangka dan ditetapkan status DPO (daftar pencarian orang)) oleh Termohon telah beberapa kali melakukan perawatan secara medis bahkan sampai masuk rumah sakit baik yang di Gorontalo hingga sampai Makassar, yang jumlahnya ditaksir sekitar Rp.250.000.000.-
  9. Bahwa total keseluruhan hingga Putusan ini  berkekuatan hukum tetap menjadi Rp.327.000.000.- (tiga ratus dua puluh tujuh juta rupiah).
    1.  Kerugian Immateriil ;

Bahwa akibat tindakan Termohon yang menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dan menetapkan status Pencarian Orang (DPO)atas diri Pemohon sehingga secara pshikologis baik Pemohon maupun keluarga Pemohon (suami dan anak-anak) telah merasakan penderitaan bathin dan rasa malu yang tiada tara serta nama baik Pemohon beserta keluarga Pemohon telah nyata sudah tercoreng dimata masyarakat yang nilainya tidak sebanding dengan jumlah rupiah sebesar apapun jua akan tetapi jika ditaksir kerugian itu sekitar kurang lebih Rp.2.500.000.000-(dua setengah milyar rupiah).

  1. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan  yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan penetapan Tersangka atas diri Pemohon Pemohon ;
  2. Menyatakan membebankan biaya perkara kepada Termohon.

      Demikian Permohonan Praperadilan  ini disampaikan dan semoga dapat dikabulkan. Terima Kasih.

Pihak Dipublikasikan Ya